Thursday, June 7, 2007

Perang Ideologi ala Kristen Zionis;
Di Balik Pembunuhan dr. Ar-Rantisy

Seorang penulis kondang Amerika, Grace Halsell, dalam bukunya "Forcing God's Hand", menyebutkan sebuah gerakan bernama The Zionist Christianity yang menguasai lebih dari 100 stasiun televisi dan radio, didukung 80 ribu kader yang tergabung di 250 yayasan keagamaan di seluruh wilayah Amerika di bawah payung The United Methodist Church. Dan dalam makalahnya "Israeli Ekstremists and Christianity Fundamentalists: The Alliance", Halsell menambahkan bahwa gerakan ini menganut ideologi akulturasi antara ideologi Zionis Yahudi dan Kristen Protestan dari aliran Calvinian—pengikut mazhab John Calvin—dan Puritan. Semua tindakan arogan Israel terhadap penduduk sipil Palestina berada di bawah kendali gerakan ini, dengan tameng bahwa tindakan tersebut adalah keinginan Tuhan bangsa Yahudi semata.

Pedoman ideologis gerakan ini adalah ramalan-ramalan tentang akhir dunia yang ada dalam kitab Taurat. Bagi mereka, kiamat yang akan terjadi bermula sejak berdirinya negara Israel pada tahun 1948 dan berkumpulnya warga Yahudi di Palestina—yang sebelumnya mengalami proses diaspora di seluruh dunia. Palestina adalah tanah yang dijanjikan Tuhan untuk bangsa Yahudi. Menguasai Palestina berarti mengikuti kehendak Tuhan, dan melanggarnya sama dengan menentang perintah Tuhan. Menurut mereka, keberadaan Yahudi di Palestina adalah dalam rangka mempersiapkan diri untuk perang akhir zaman yang dikenal dengan nama Perang Armagedon, antara Yahudi melawan musuh yang terdiri dari orang Islam, sebagian orang Eropa, dan PBB. Pada perang tersebut, bangsa Yahudi akan menghancurkan Masjid Al-Aqsa dan membangun di atas puing-puingnya Haikal Sulaiman, yang diyakini terpendam di bawah Al-Quds saat ini.

Profesor Muhammad As-Sammak, penulis buku Ash-Shuhyûniyah Al-Masîhiyah (Kristen Zionis_red) menambahkan, bahwa gerakan Kristen Zionis sangat berbahaya, karena mereka memegang jabatan-jabatan penting di pemerintahan Amerika yang mengatur kebijakan negara secara menyeluruh. Sementara gerakan ini juga mengambil kebijakan kooperatif total dengan Israel. Bagi Kristen Zionis, mendukung Israel adalah kewajiban agama bagi seluruh penduduk Amerika. Harian Al-Ahram Mesir edisi 20 April 2004 menyebutkan bahwa sekilas gerakan ini terlihat kecil, tapi menurut data yang berhasil dikumpulkan, anggota gerakan ini mencapai angka 64% dari jumlah seluruh penduduk Amerika, termasuk di dalamnya presiden Jhon Walker Bush. Tidak heran ketika pertemuan antara Presiden Bush dan PM Ariel Sharon di Washington, 14 April lalu, Bush menyetujui tawaran Sharon untuk menutup kemungkinan kembalinya para pengungsi Palestina ke tanah air mereka. Bush juga menolak pembagian wilayah antara Palestina dan Israel sesuai kesepakatan 1967. Ditambah penolakan pembongkaran pemukiman Yahudi dan pemberian hak bagi rakyat Palestina.

Menurut Kristen Zionis, konflik Palestina tidak akan pernah tuntas selama ramalan-ramalan Taurat tentang bangsa Yahudi tidak terealisasikan. Seperti ramalan dalam ayat di juz 33 kitab Taurat yang menyatakan firman Tuhan kepada Nabi Musa, bahwa Tuhan memberikan hak waris tanah Kan'an kepada Bani Israil. Artinya, Zionis tidak akan pernah mundur untuk menjajah tanah Palestina sampai seluruh wilayah Kan'an, yang dijanjikan Tuhan, menjadi milik Bani Israil sepenuhnya. Ramalan ini yang dikenal dengan nama "Negara Israel Raya", terbentang dari wilayah Mesopotamia dengan batas sungai Euphrat di Irak, sampai ke wilayah Syam dengan batas sungai Nil di Mesir. Di sebelah utara, dari tempat tumbuhnya padi di Lebanon, membujur sampai daerah tempat tumbuhnya pohon kurma di Madinah, Saudi Arabia. Inilah niat terpendam Israel di balik aksi arogannya.

Ideologi Taurat ini sangat diyakini oleh kader gerakan Kristen Zionis di Amerika. Koran Haaretz Israel menyebutkan, bahwa pembunuhan pemimpin Hamas adalah strategi penjajahan terbaru hasil koordinasi dengan pihak Amerika Serikat. Disebutkan dalam koran tersebut bahwa beberapa perwira tinggi Israel pernah mengunjungi Pentagon dan mengadakan pertemuan tertutup. Di antara hasil pembicaraan tersebut disepakati strategi penumpasan tokoh-tokoh gerakan perlawanan Palestina, dengan menggunakan bantuan mata-mata dari kalangan pribumi untuk menentukan lokasi sasaran pembunuhan, sekalipun berita ini dibantah oleh penasehat keamanan Presiden Bush, Condoleezza Rice.

Pembunuhan dr. Abdul Azis Ar-Rantisy, seorang dokter spesialis anak, lulusan magister fakultas kedokteran Universitas Iskandariyah, juga bagian dari strategi perang ideologi hasil godokan Kristen Zionis. Harian Maariv Israel menyebutkan bahwa setelah pembunuhan Syekh Ahmad Yasin, pejabat tinggi Amerika di kongres mempertanyakan kelanjutan pembunuhan terhadap Ar-Rantisy kepada pihak Israel yang berkunjung ke Amerika.

Bagi PM Ariel Sharon sendiri, kematian Ar-Rantisy semakin memuluskan proposal 'rencana pemisahan" yang diajukannya kepada anggota Partai Likud yang akan menggelar referendum pada 29 April atas proposal tersebut. Koran El-Syarq El-Awsath edisi 9274, 19/4/2004 menyebutkan keberatan Benyamin Netanyahu sebagai tokoh penting dalam partai Likud atas proposal yang diajukan, kecuali apabila Sharon dapat menjamin tiga hal, yaitu menumpas gerakan perlawanan Palestina, meneruskan proyek tembok rasial, dan tidak mengusik pemukiman Yahudi di Jalur Gaza. Setidaknya, jaminan Bush di Washington merupakan modal Sharon untuk meyakinkan Netanyahu. Tinggal syarat pertama, yaitu menumpas gerakan perlawanan. Ini dibuktikan dengan meledakkan mobil yang ditumpangi Ar-Rantisy dengan 2 rudal hell fire di depan anaknya Muhammad Ar-Rantisy, Sabtu, 17/4/2004, pukul 20.35 waktu setempat. Dalam harian El-Hayat edisi 19/4/2004 disebutkan, setelah pembunuhan Ar-Rantisy, Netanyahu langsung menegaskan dukungannya terhadap proposal "rencana pemisahan" yang diajukan Sharon.

Sepeninggal Ar-Rantisy, Hamas kemudian mengambil kebijakan untuk tidak mengumumkan penggantinya, karena dikhawatirkan menjadi target selanjutnya. Sekalipun banyak pihak memprediksikan Dr. Mahmud Az-Zahar dan Ismail Haniah, bekas tangan kanan Syekh Yasin, sebagai dua calon terkuat menggantikan Ar-Rantisy. Sumber Israel sendiri memprediksikan bahwa gerakan Hamas setelah Ar-Rantisy gugur mengangkat presidium kepemimpinan Hamas yang terdiri dari empat orang, antara lain: Dr. Mahmud Az-Zahar, Ismail Haniah, Sa'id Shiyam, dan Nizar Rayan.

Ketika Khalid Misy'al ditanya dalam sebuah wawancara eksklusif dengan tabloid Afaq Arabia setelah syahidnya Ar-Rantisy tentang bagaimana balasan yang akan dilancarkan Hamas?, Misy'al menjawab bahwa perang yang dijalani Hamas semakin besar, sementara Hamas hanya terjun sendirian ke dalam perang ideologi itu. Tapi Misy'al meyakinkan, bahwa balasan Hamas akan datang sekalipun terkesan terlambat karena kondisi tidak memungkinkan. Sebagaimana pembalasan yang dilancarkan Hamas atas pembunuhan Yahya Ayyash terlambat 50 hari dari waktu syahidnya. Tapi pembalasan tersebut benar-benar mengguncangkan Israel. Wallâhu a‘lam

The End

No comments: