Thursday, June 7, 2007

Kekuatan Cinta dan Komitmen;
Refleksi Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw.



Pagi itu, situasi kota Mansoura berjalan seperti biasa. Kendaraan terlihat mulai berdesak-desakan di jalan-jalan yang sempit. Suara klakson bertabrakan di udara kota, membangunkan penghuninya untuk mulai beraktivitas. Di salah satu sudut jalan, tempat berdirinya sebuah bangunan megah ada kejadian yang menarik. Tepatnya di super market Awadallah, kejadian ini mengambil settingnya. Pelakunya adalah seorang anak berseragam Tsanawiyah dengan seorang pria dewasa berbaju parlente.

Alkisah, pria tersebut sedang berbelanja untuk keperluan rumah tangganya. Terlihat beberapa jenis barang telah memenuhi setengah keranjang barang yang didorongnya. Ketika sedang asyik memilih susu, ia tidak menyadari bahwa ada sepasang mata yang senantiasa mengawasinya dari jauh. Pria itu lalu memilih satu merk susu yang sering dikunsumsinya dan memasukkannya ke dalam keranjang barang. Ia segera menuju ke kasir untuk membayar. Tapi tiba-tiba ia terhenti karena dihadapannya ada seorang anak perempuan berseragam sekolah Tsanawiyah menghalangi langkahnya.

“Maaf paman, ada satu barang yang saya tidak setuju paman membelinya” kata anak perempuan tersebut kepada pria berbaju parlente. “Mohon paman mengembalikan barang itu ke tempatnya dan memilih barang yang lain” lanjut si anak. Pria itu terkejut. Kenapa ada seorang anak perempuan yang berani protes dengan barang yang menjadi haknya. Karena heran ia balik bertanya: “barang apa itu?”. “Susu yang terakhir paman beli” jawab si anak. Pria itu semakin heran, memangnya ada apa dengan susu yang barusan dibelinya. Ia kemudian mengeceknya kembali. Mungkin si anak mengingatkannya agar tidak mengkonsumsi susu tersebut karena masa berlakunya sudah habis. Tapi, ketika ia memeriksa label produksi, tidak ada yang bermasalah. Terhitung baru satu minggu susu itu diproduksi. Lalu ada masalah apa?

Karena bingung, pria itu kembali bertanya kepada si anak “Kenapa adek meminta saya untuk mengembalikan susu ini, apa ada yang salah dengan susu ini?”. Mendengar pertanyaan itu, si anak menarik napas panjang. Ia seakan mengumpulkan seluruh tenaganya untuk memberikan jawaban, “Paman, apakah paman tahu kalau susu yang barusan paman beli produk negara Denmark, negara yang menghina dan merendahkan martabat Nabi kita dengan kartun-kartun amoral?. “Paman, sebagai seorang muslim kita seharusnya tidak lagi membeli produk-produk negara Denmark. Apakah paman sanggup bertemu dengan Rasulullah nanti di hari kiamat sementara paman masih meminum susu buatan negara yang menghina beliau?” Lanjut si anak dengan penuh keyakinan.

Pria itu menarik napas panjang. Ada kekaguman dalam hatinya melihat anak perempuan yang ada dihadapannya. Sekalipun masih duduk di bangku Tsanawiyah, tapi komitmennya terhadap Islam melebihi dirinya. Ia bahkan tidak terpikir untuk memboikot produk-produk Denmark. Setelah menimbang-nimbang, ia akhirnya menuruti kehendak hati anak perempuan itu. Susu Denmark yang ada di keranjang ia ambil dan dikembalikan ke tempatnya semula. Si anak perempuan mengucapkan terima kasih kemudian segera berlalu ke tempat lain di dalam super market.

Setelah si anak pergi, hati pria dewasa itu kembali diusik dengan nafsunya. Beragam pikiran berkecamuk di kepalanya. Ada satu pertanyaan muncul dalam benaknya: “Apakah saya harus memboikot produk Denmark?” Masalah boikot khan masih menjadi perdebatan ulama. Memang ada yang mengatakan bahwa boikot itu wajib. Tapi khan juga ada ulama-ulama lain yang membolehkan untuk mengkonsumsi barang-barang yang masuk kategori untuk diboikot. Lagi pula anak perempuan yang sempat memprotesnya sudah pergi. Toh, anak itu tidak akan melihat kalau ia mengambil kembali susu yang telah dikembalikannya.

Sambil menengok kiri-kanan, pria itu mengambil kembali susu yang baru saja ia taruh dan segera menuju ke kasir. Tapi sekali lagi, ia tidak menyadari bahwa ada sepasang mata yang masih mengawasinya di balik etalase-etalase super market. Mata itu semakin miris. Mulai ada kelopak-kelopak air yang perlahan-lahan menyembul di mata itu. Pemilik mata itu segera beranjak dari tempatnya menuju kasir.

Pria berbaju parlente yang sedang antri di kasir merasa sangat bersalah ketika tiba-tiba dari belakang anak perempuan yang sempat memprotesnya karena membeli susu datang menghampirinya dengan wajah berlinangan airmata. “Paman, bukankah sudah saya katakan bahwa susu yang paman beli itu produk Denmark? Bukankah paman juga tahu bahwa koran Denmark telah menghina Nabi? Mengapa paman masih juga mau membeli produk orang-orang yang menghina Nabi? Lirih suara anak perempuan itu bercampur isak tangis bertanya kepadanya.

Pria itu sejenak tertegun. Tidak mampu berkata apa-apa. Baginya, membeli susu produk Denmark tidak berarti apa-apa. Tapi tidak bagi anak perempuan dihadapannya. Dalam pandangannya membeli satu susu produk Denmark toh tidak terlalu berpengaruh bagi pasang surut ekonomi negara Denmark. Khan untung yang didapat dengan satu susu bagi negara Denmark tidak berarti apa-apa. Masih ada orang lain yang lebih memiliki komitmen dibanding dirinya untuk melakukan boikot. Tapi tidak bagi anak perempuan yang menangis di depannya. Bagi anak itu, seorang muslim yang membeli satu susu produk negara yang menghina Nabi berarti telah merelakan Nabi yang mulia untuk dihina dan dilecehkan. Bagi si anak, hal itu tidak boleh dibiarkan begitu saja. Tetap harus ada yang mengingatkan.

Sejurus kemudian, pria itu kembali ke tempat etalase susu ditemani si anak perempuan. Susu yang hampir dibayarnya segera ditaruh lagi. Ia kemudian menyatakan kepada anak perempuan yang ada dihadapannya: “Adek saya berjanji bahwa mulai sekarang saya tidak akan lagi membeli produk-produk Denmark.”

Kisah di atas adalah kejadian nyata sebagaimana yang diceritakan oleh seorang kawan yang tinggal di Mansoura. Sengaja saya ceritakan kembali di sini untuk memperlihatkan kepada pembaca bahwa banyak orang yang mungkin memiliki paradigma seperti pria yang diceritakan di atas. Mungkin ada di antara kita yang serba acuh tak acuh dan tidak merasa ikut bertanggungjawab terhadap pelecehan yang dilakukan oleh media massa negara Denmark terhadap nabi Muhammad Saw.. Atau mungkin ada juga di antara kita yang ikut prihatin terhadap pelecehan tersebut tapi hanya sebatas tanggapan lisan saja. Ikut aktif demonstrasi di sana-sini tapi bingung, tindakan apalagi yang harus dilakukan untuk membuktikan cinta kita terhadap nabi Muhammad Saw..
Anak perempuan dalam kisah di atas mengajarkan kita satu tindakan riil, yang mungkin dilupakan oleh sebagian kita yang terjerat dengan aktivitas keseharian. Boikot! Merupakan tindakan riil. Boikot dalam skala kecil maupun skala besar. Satu susu seharga 3 sampai 4 pon Mesir sekilas tidak terlalu berpengaruh bagi naik-turunnya ekonomi Denmark. Tapi tetap merupakan produk yang harus diboikot.

Anak perempuan di atas mengajarkan kita bahwa tanggungjawab terhadap pelecehan yang dilakukan oleh koran Jylliands Posten di Denmark harus dipikul oleh seluruh umat Islam dalam semua tataran. Para pegawai yang sering terjebak dengan rutinitas kantor memiliki tanggungjawab yang sama dengan para demonstran yang turun ke jalan-jalan. Para ibu yang asyik mengurusi keperluan rumah tangga dan mengurusi anak memiliki tanggungjawab yang sama dengan para wartawan dan penulis yang bersuara lantang melalui penanya di media-media massa. Dan tanggungjawab itu terakumulasi dalam satu kata: boikot!

Karena keberadaan anak perempuan itu, bersama dengan teman-temannya yang lain dalam satu komitmen; bersama orangtuanya yang telah berhasil mendidiknya untuk memiliki komitmen; bersama para guru yang berhasil mengajarnya di bangku-bangku sekolah untuk mensosialisasikan kebenaran; dan bersama masyarakat yang turut mendukung dan juga ikut bertanggungjawab mentarbiyah sehingga mereka dapat tumbuh menjadi batu karang yang mempertahakankan kebenaran; semua itulah yang menjadikan Barat kembali mengevaluasi pandangan mereka terhadap Islam. Ternyata, umat Islam sekalipun terkesan lemah, terpecahbelah, terbelakang, tapi masih menyimpan satu kekuatan besar. Kekuatan itu bernama cinta dan komitmen.

Cinta dan komitmen terhadap Islam yang dapat memaksa Denmark meminta maaf kepada umat Islam di seantero dunia. Karena mereka saat ini menghadapi kerugian ekonomi secara besar-besaran. Akibat aksi boikot yang dilakukan di negara-negara Islam, Denmark mengalami kerugian ekonomi hampir 1.8 juta dollar AS setiap hari atau sekitar 15 milyar rupiah.

Dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw. tahun ini, kita masih tetap membutuhkan kekuatan cinta kepada Nabi Muhammad Saw. dan komitmen terhadap Islam. Masih banyak negara lain di Barat selain Denmark yang juga telah menghina Nabi. Baik secara langsung maupun tidak langsung. Mereka menggunakan sarana bermacam-macam: baik melalui media massa seperti Jylliand Posten, atau portal-portal di internet. Yang terakhir ini semakin lama semakin menjamur. Dan mereka perlu dihentikan dengan satu kekuatan yang juga telah mengalahkan Denmark. Boikot semua produk mereka. Inilah kekuatan yang sangat efektif.

Maka menapak 12 Rabiul Awwal tahun ini, ada satu hal yang tidak boleh kita lupakan sembari kita bersalawat, mengikuti muhadarah di masjid-masjid, membaca sirah Nabi Muhammad Saw: yaitu kita tetap memboikot produk mereka yang melecehkan kehormatan Nabi, dan tidak mengkonsumsi produk negara-negara yang menghina Islam. Ucapkan selamat tinggal kepada Coca cola dan sejenisnya! Good bye pepsi dan kawan-kawannya, sebab saya masih cinta dan komitmen kepada Islam.

The End

Baca naskah lanjutannya......

JENIN DULU DAN SEKARANG

Di mata dunia internasional akhir-akhir ini nama kota Jenin sering mencuat. Saat ini bila nama itu disebutkan dalam sebuah media maka yang akan kita baca kemudian adalah tragedi pembantaian ratusan yang terus berkelanjutan. Dalam harian Al Ahram, Mesir disebutkan para syahid mencapai angkka 2000 lebih. Itu belum termasuk infrastruktur yang dihancurkan. Jenin menunjukkan keberpihakan dunia internasional terhadap Israel. Jenin juga menunjukkan kelemahan bangsa Arab khususnya dan dunia Islam pada umumnya untuk menyelesaikan kasus Palestina. Ternyata, bila kita menilik sejarah, bukan cuma saat ini saja Jenin menjadi sarang pembantaian. Terhitung sejak zaman Napoleon Bonaparte sampai era penjajahan Yahudi, kota Jenin selalu menjadi sarang pelecehan hak-hak asasi manusia.

Nama Jenin sebenarnya berasal dari kata “Ain Janim” yang berarti memiliki kebun-kebun dan mata air yang melimpah. Kurang lebih 1000 tahun sebelum Masehi orang-orang Kan’an (orang Arab keturunan Nabi Nuh) telah mendiami wilayah ini. Mereka juga yang kemudian memberinya nama “Ain Janim”. Hal ini disebutkan dalam naskah Babilonia Juga dimuat dalam buku Taurat. Di zaman Romawi Jenin berhasil ditaklukkan oleh Romawi kemudian dirubah namanya menjadi “Jenay”. Kemudian diganti lagi menjadi “Jeeneen”. Akhirnya ketika wilayah Syam berhasil dikuasai oleh umat Islam di zaman sahabat namanya dirubah menjadi “Jenin”. Sampai saat ini nama itu tidak mengalami perubahan.
Secara geografis kota Jenin terletak 250 meter di atas permukaan laut dekat dengan pegunungan. Ia memiliki tipe daerah lembah pegunungan yang memiliki udara yang sejuk. Sungai Al Muqatha’, termasuk salah satu sungai besar yang menghidupi rakyat Palestina juga melewati kota Jenin.

Dari dulu kota Jenin merupakan daerah yang sangat strategis. Di zaman Palestina kuno kota Jenin berada tepat ditengah-tengah dua kota besar di Palestina, Bishan (Bait syan) dan Magdho membuat posisi Jenin menjadi sangat penting. Para musafir dan pedagang yang ingin ke Bishan atau Magdho mesti melewati Jenin sehingga menjadikan Jenin salah satu pusat perdagangan wilayah utara Palestina.

Sampai di zaman khilafah Usmaniyah, kota Jenin tetap merupakan tempat strategis. Di dalam peta Palestina sebelum pendudukan Israel. Jenin merupakan jantung negara Palestina sebelah utara. Ia berada di ujung utara kota Nablus, sebelah selatan kota Nashirah dan sebelah selatan kota Hifa. Jenin juga menjadi penghubung antara bagian utara dan selatan Palestina. Akibat penjajahan Israel, wilayah Palestina akhirnya dipecah-pecah. Sehingga posisi Jenin tidak lagi berada di jantung Palestina sebelah utara dan tidak lagi menjadi penghubung antara wilayah utara dan selatan Palestina. Sebab wilayah utara Palestina telah dicaplok Israel

Jenin Zaman Penjajahan Prancis
Pada tahun 1798 Napoleon Bonaparte beserta pasukannya menjajah Palestina. Karena akan menaklukkan Akka, mau tidak mau Napoleon Bonaparte terlebih dahulu harus menundukkan Palestina (Buku Ensiklopedi Kota-Kota Palestina). Penjajahan ini mendapat perlawanan keras dari pasukan Khilafah Usmaniyah dibantu rakyat Palestina, yang pada waktu itu Palestina masih termasuk bagian khilafah Usmaniyah. Kekuatan Napoleon Bonaparte yang dipimpin oleh seorang jendralnya, Cliber hampir berhasil ditaklukkan. Namun karena pasukan Prancis tersebut mendapat bantuan tenaga sebanyak 500 pasukan bersenjata lengkap akhirnya Jenin takluk.

Napoleon Bonaparte kemudian memrintahkan pasukannya membakar kota Jenin dan beberapa kota Palestina yang lain beserta segala isinya. Sebagai hukuman karena membantu pasukan Usmaniyah melawan pasukan Prancis.

Jenin Zaman Penjajahan Inggris
Dalam Buku Ensiklopedi Kota-Kota Palestina disebutkan bahwa kota Jenin memegang peranan penting sejarah perlawanan rakyat Palestina menentang penjajahan Inggris. Dari kota Jenin, tepatnya dari sektor Ahras Ya’bad dimulai aksi perlawanan bersenjata pertama kali pada tahun 1935 menentang penjajah Inggris yang dipimpin oleh panglima Izzuddin al Qasam. Pada waktu itu belum ada satu orang Yahudi pun yang tinggal di kota Jenin.

Pada tahun 1936 pemukiman yahudi mulai tumbuh di tanah Jenin. Namun perlawanan rakyat Palestina juga semakin meluas. Dimulai dengan aksi mogok dan demo besar-besaran, perlawanan di tahun ini berlanjut menjadi aksi penyerangan barak-barak militer tentara Inggris dan pemukiman Yahudi. Perlawanan tersebut membuat kerugian yang tidak sedikit di pihak Inggris. Bahkan Moviet, seorang Inggris yang menjabat sebagai gubernur di Jenin berhasil dibunuh oleh perlawanan rakyat.

Posisi Jenin yang strategis sangat membantu lancarnya proses perlawanan tahun 1936. Waktu itu hanya ada satu jalan yang menghubungkan antara wilayah utara dan selatan Palestina. Kota Jenin berada tepat di tengahnya. Orang-orang Jenin sering menyerang kendaraan Inggris yang kebetulan lewat di jalan itu. Tidak sedikit kerugian yang timbul darinya. Sehingga Inggris akhirnya memberlakukan pengawalan militer bagi setiap kendaraan Inggris yang kebetulan lewat di jalan itu.

Ketika perlawanan rakyat Palestina semakin meningkat, Inggris akhirnya mengambil keputusan untuk membumihanguskan kota Jenin. Dalam Buku Ensiklopedi Kota-Kota Palestina disebutkan ada seorang Inggris yang menjadi saksi hidup keberingasan tentara Inggris di Jenin. Ia menuturkan kesaksiannya melalui sebuah surat yang dikirimkan untuk kekasihnya di Inggris. Dalam surat itu ia bertutur, “Engkau mendapatkan di tempat ini aksi terorisme yang dilakukan oleh orang Inggris sendiri. Bagi diriku, hal ini adalah sesuatu yang sangat tidak masuk akal. Kejadian sangat memilukan terjadi di hadapanku. Dan sayangnya pelakunya adalah dari keturunan bangsaku. Sekitar seratus lima puluh rumah dihancurkan oleh tentara Inggris di kota Jenin. Mereka bukan cuma menghancurkan rumah tapi juga merampok perhiasan yang ada di dalamnya. Bila ada orang Palestina yang mencoba melarikan diri langsung ditembak di tempat. Bagi yang tetap di tempat disiksa habis-habisan”.

Jenin Zaman Penjajahan Zionis
Sejarah Yahudi ingin menguasai Palestina sebenarnya telah dimulai sebelum Theodore Hertzel lahir ke dunia. Dalam sejarah Palestina kuno disebutkan bahwa ada seorang raja Yahudi yang bernama Sya’ul ingin menguasai kota Ain Janim. Namun Sya’ul berhasil dikalahkan bahkan ia bersama tiga anaknya berhasil dibunuh dalam sebuah perang dahsyat di dekat gunung Jalbu’, sebelah timur kota Jenin.

Dalam sebuah makalah yang ditulis oleh Sulaiman As Syaikh di harian Al Hayat, London disebutkan bahwa pembantaian yang dilakukan oleh Israel di kota Jenin saat ini, alasannya tidak lain sebagai tindakan balas dendam atas kekalahan raja Sya’ul.
Dendam ini kemudian berlanjut ketika Inggris keluar dari Palestina pada 14 Mei 1948. Waktu itu orang-orang Yahudi kebagian jatah senjata gratis dari orang-orang Inggris untuk melawan rakyat Palestina. Berbekal senjata “gratis” ini orang-orang Yahudi mulai melancarkan penjajahan di bumi Palestina. Termasuk kota jenin. Pada tanggal 03 Juni 1948. waktu itu pasukan Yahudi berjumlah sekitar 4000 orang melawan 300 Mujahidin dari Palestina dan Irak. Jumlah yang berimbang jauh membuat mujahidin terdesak dan terpaksa berlindung di gedung kepolisian, sebelah barat Jenin. Ketika keadaan Mujahidin semakin terjepit di dalam gedung, tiba-tiba datang bantuan dari Irak sebanyak 500 Pasukan ditambah 100 orang Palestina. Perang kembali berkecamuk antara Mujahidin dan Pasukan Yahudi dengan kekuatan yang hampir berimbang. Akhirnya 24 jam setelah itu Pasukan Yahudi mundur dari kota Jenin. (Ensiklopedi Kota-kota Palestina).

Kota jenin akhirnya berhasil dikuasai oleh Yahudi pada tahun 1967. Pemukiman Yahudi kemudian mulai marak dan orang-orang Palestina kebanyakan hanya hidup di kamp-kamp penampungan. Ketika terjadi kesepakatan Oslo pada tahun 1993 kota Jenin dikembalikan kepada pemerintah otoritas Palestina sampai saat ini.

The End

Baca naskah lanjutannya......

Geliat Islam Melawan Isu Terorisme
Studi Kasus Irak Pasca Saddam



The Gallup Leadhersip Institute di Nebraska, Amerika, pernah mengadakan polling yang disebarkan kepada tokoh-tokoh Amerika di semua bidang. Ternyata, kalangan atas Amerika yang dipenuhi loby Yahudi masih menganggap Islam sebagai bahaya terbesar ketiga di antara delapan bahaya yang akan mengancam kepentingan Amerika. Jajak pendapat ini sebelum tragedi pengeboman WTC. Bisa dibayangkan setelah tragedi WTC, secara otomatis Islam telah menjadi bahaya nomor satu bagi Amerika. Tapi, apakah Amerika secara terang-terangan berani memusuhi seluruh umat Islam?

Menurut Dr. Daniel Pipes, seorang pakar permasalahan Timur Tengah; Amerika pasca tragedi WTC membagi musuhnya ke dalam tiga golongan: terorisme internasional, Islam, dan Islam radikal. Yang terakhir, menurut Pipes, yang paling berbahaya. Untuk meredam gerakan ini, Amerika akan mengandalkan 'Islam moderat'. Peta perlawanan antara Amerika dan Islam radikal selama ini akan dialihkan kepada perang saudara antara Islam radikal dan Islam moderat. Dan Amerika akan memberikan fasilitas bagi Islam moderat agar tetap eksis.

Tafsiran Islam moderat versi Amerika adalah Islam yang mengusung paham-paham liberalisme dan sekularisme. Paham ini memiliki resistensi yang besar di beberapa negara Islam. Seperti di Indonesia misalnya, paham yang dikembangkan oleh Ulil Abshar Abdullah dengan nama Jaringan Islam Liberal sedikit banyak menimbulkan keresahan di kalangan umat. Tapi Ulil justru menjadi tokoh moderat versi Amerika. Di majalah Times edisi oktober 2002 disebutkan, "Ulil Abshar Abdalla, A Moderate Islamic Youth Leader in Indonesia." Sementara beberapa surat kabar terbitan Amerika justru sepakat mengelompokkan FPI, MMI, dan Laskar Jihad sebagai gerakan radikal.

Strategi ini digagas, karena Amerika selalu menghadapi dua tantangan besar di dunia Islam. Pertama, kelompok 'perlawanan Islam' yang memakai kekuatan militer. Kelompok ini sering dianggap sebagai Islam radikal. Kasus pengeboman markas tentara Amerika di Saudi Arabia, kasus pengeboman Kedutaan Amerika di Tanzania, kasus perlawanan Taliban di Afghanistan, serta beberapa kasus lainnya sedikit banyak membuat Amerika kerepotan. Dalangnya, menurut Amerika, adalah garis keras Islam dengan nama Al-Qaeda.
14Kelompok kedua sering disebut 'Islam politik'. Isu demokratisasi dan penegakan HAM yang menjadi alasan keterlibatan Amerika dalam urusan dalam negeri negara-negara Islam selalu dipatahkan kelompok ini. Karena mereka berjuang dengan moralitas untuk penegakkan demokrasi dan HAM melalui jalur-jalur politik, sehingga tidak ada alasan lagi bagi Amerika untuk terlibat.

Dua kelompok ini yang akan berhadapan dengan Islam 'moderat' versi Amerika dalam proyek 'Timur Tengah Raya' (The Greater Middle East Project) yang sarat dengan misi sekularisasi dan amerikanisasi. Jurnal El-Osboa terbitan Mesir edisi 1 Maret 2004 memuat satu judul besar yang membongkar rencana di balik proyek Timur Tengah Raya. Sebagaimana ditulis Walid As-Syaikh, bahwa program tersebut akan menghapus beberapa surat dari Al-Quran yang mengajak kepada radikalisme; menulis Al-Quran versi baru; dan akan menggulingkan pemimpin-pemimpin Arab saat ini. Bagaimana cara menghadapinya?
Setidaknya, Irak pasca Saddam sebagai prorotipe sederhana sikap yang harus diambil menghadapi proyek amerikanisasi di negara-negara Islam. Strategi perlawanan militer tetap dijalankan seiring dengan perjuangan politik di parlemen dan pemerintahan. Kabar tertangkapnya Saddam, justru makin meningkatkan perlawanan rakyat Irak terhadap pendudukan pasukan Anglo-America. Di jurnal Afaq Arabiah terbitan Mesir edisi Januari, disebutkan bahwa kerugian yang diderita Amerika akibat gerakan perlawanan Irak saat ini lebih besar dibandingkan kerugian perang di Vietnam. Di samping itu, beberapa gerakan Islam politik juga terlibat dalam pemerintahan transisi Irak buatan Amerika. Partai Islam Irak yang dikatakan sebagai penjelmaan gerakan Ikhwanul Muslimin Irak ikut berpartisipasi dengan mengirimkan dua kadernya dari keturunan Kurdi di dalamnya, yaitu Mohsen Abdul Hamid dan Salahuddin Baha.

Dua strategi; pendekatan politik dan perlawanan, untuk mencapai satu tujuan. Mengusir Amerika dan sekutunya dari bumi Irak dan membangun negara baru, Irak Islam. Apakah versi Sunni atau Syi'ah? Kita tunggu saja.
Wallahu a'lam

The End

Baca naskah lanjutannya......

Perang Ideologi ala Kristen Zionis;
Di Balik Pembunuhan dr. Ar-Rantisy

Seorang penulis kondang Amerika, Grace Halsell, dalam bukunya "Forcing God's Hand", menyebutkan sebuah gerakan bernama The Zionist Christianity yang menguasai lebih dari 100 stasiun televisi dan radio, didukung 80 ribu kader yang tergabung di 250 yayasan keagamaan di seluruh wilayah Amerika di bawah payung The United Methodist Church. Dan dalam makalahnya "Israeli Ekstremists and Christianity Fundamentalists: The Alliance", Halsell menambahkan bahwa gerakan ini menganut ideologi akulturasi antara ideologi Zionis Yahudi dan Kristen Protestan dari aliran Calvinian—pengikut mazhab John Calvin—dan Puritan. Semua tindakan arogan Israel terhadap penduduk sipil Palestina berada di bawah kendali gerakan ini, dengan tameng bahwa tindakan tersebut adalah keinginan Tuhan bangsa Yahudi semata.

Pedoman ideologis gerakan ini adalah ramalan-ramalan tentang akhir dunia yang ada dalam kitab Taurat. Bagi mereka, kiamat yang akan terjadi bermula sejak berdirinya negara Israel pada tahun 1948 dan berkumpulnya warga Yahudi di Palestina—yang sebelumnya mengalami proses diaspora di seluruh dunia. Palestina adalah tanah yang dijanjikan Tuhan untuk bangsa Yahudi. Menguasai Palestina berarti mengikuti kehendak Tuhan, dan melanggarnya sama dengan menentang perintah Tuhan. Menurut mereka, keberadaan Yahudi di Palestina adalah dalam rangka mempersiapkan diri untuk perang akhir zaman yang dikenal dengan nama Perang Armagedon, antara Yahudi melawan musuh yang terdiri dari orang Islam, sebagian orang Eropa, dan PBB. Pada perang tersebut, bangsa Yahudi akan menghancurkan Masjid Al-Aqsa dan membangun di atas puing-puingnya Haikal Sulaiman, yang diyakini terpendam di bawah Al-Quds saat ini.

Profesor Muhammad As-Sammak, penulis buku Ash-Shuhyûniyah Al-Masîhiyah (Kristen Zionis_red) menambahkan, bahwa gerakan Kristen Zionis sangat berbahaya, karena mereka memegang jabatan-jabatan penting di pemerintahan Amerika yang mengatur kebijakan negara secara menyeluruh. Sementara gerakan ini juga mengambil kebijakan kooperatif total dengan Israel. Bagi Kristen Zionis, mendukung Israel adalah kewajiban agama bagi seluruh penduduk Amerika. Harian Al-Ahram Mesir edisi 20 April 2004 menyebutkan bahwa sekilas gerakan ini terlihat kecil, tapi menurut data yang berhasil dikumpulkan, anggota gerakan ini mencapai angka 64% dari jumlah seluruh penduduk Amerika, termasuk di dalamnya presiden Jhon Walker Bush. Tidak heran ketika pertemuan antara Presiden Bush dan PM Ariel Sharon di Washington, 14 April lalu, Bush menyetujui tawaran Sharon untuk menutup kemungkinan kembalinya para pengungsi Palestina ke tanah air mereka. Bush juga menolak pembagian wilayah antara Palestina dan Israel sesuai kesepakatan 1967. Ditambah penolakan pembongkaran pemukiman Yahudi dan pemberian hak bagi rakyat Palestina.

Menurut Kristen Zionis, konflik Palestina tidak akan pernah tuntas selama ramalan-ramalan Taurat tentang bangsa Yahudi tidak terealisasikan. Seperti ramalan dalam ayat di juz 33 kitab Taurat yang menyatakan firman Tuhan kepada Nabi Musa, bahwa Tuhan memberikan hak waris tanah Kan'an kepada Bani Israil. Artinya, Zionis tidak akan pernah mundur untuk menjajah tanah Palestina sampai seluruh wilayah Kan'an, yang dijanjikan Tuhan, menjadi milik Bani Israil sepenuhnya. Ramalan ini yang dikenal dengan nama "Negara Israel Raya", terbentang dari wilayah Mesopotamia dengan batas sungai Euphrat di Irak, sampai ke wilayah Syam dengan batas sungai Nil di Mesir. Di sebelah utara, dari tempat tumbuhnya padi di Lebanon, membujur sampai daerah tempat tumbuhnya pohon kurma di Madinah, Saudi Arabia. Inilah niat terpendam Israel di balik aksi arogannya.

Ideologi Taurat ini sangat diyakini oleh kader gerakan Kristen Zionis di Amerika. Koran Haaretz Israel menyebutkan, bahwa pembunuhan pemimpin Hamas adalah strategi penjajahan terbaru hasil koordinasi dengan pihak Amerika Serikat. Disebutkan dalam koran tersebut bahwa beberapa perwira tinggi Israel pernah mengunjungi Pentagon dan mengadakan pertemuan tertutup. Di antara hasil pembicaraan tersebut disepakati strategi penumpasan tokoh-tokoh gerakan perlawanan Palestina, dengan menggunakan bantuan mata-mata dari kalangan pribumi untuk menentukan lokasi sasaran pembunuhan, sekalipun berita ini dibantah oleh penasehat keamanan Presiden Bush, Condoleezza Rice.

Pembunuhan dr. Abdul Azis Ar-Rantisy, seorang dokter spesialis anak, lulusan magister fakultas kedokteran Universitas Iskandariyah, juga bagian dari strategi perang ideologi hasil godokan Kristen Zionis. Harian Maariv Israel menyebutkan bahwa setelah pembunuhan Syekh Ahmad Yasin, pejabat tinggi Amerika di kongres mempertanyakan kelanjutan pembunuhan terhadap Ar-Rantisy kepada pihak Israel yang berkunjung ke Amerika.

Bagi PM Ariel Sharon sendiri, kematian Ar-Rantisy semakin memuluskan proposal 'rencana pemisahan" yang diajukannya kepada anggota Partai Likud yang akan menggelar referendum pada 29 April atas proposal tersebut. Koran El-Syarq El-Awsath edisi 9274, 19/4/2004 menyebutkan keberatan Benyamin Netanyahu sebagai tokoh penting dalam partai Likud atas proposal yang diajukan, kecuali apabila Sharon dapat menjamin tiga hal, yaitu menumpas gerakan perlawanan Palestina, meneruskan proyek tembok rasial, dan tidak mengusik pemukiman Yahudi di Jalur Gaza. Setidaknya, jaminan Bush di Washington merupakan modal Sharon untuk meyakinkan Netanyahu. Tinggal syarat pertama, yaitu menumpas gerakan perlawanan. Ini dibuktikan dengan meledakkan mobil yang ditumpangi Ar-Rantisy dengan 2 rudal hell fire di depan anaknya Muhammad Ar-Rantisy, Sabtu, 17/4/2004, pukul 20.35 waktu setempat. Dalam harian El-Hayat edisi 19/4/2004 disebutkan, setelah pembunuhan Ar-Rantisy, Netanyahu langsung menegaskan dukungannya terhadap proposal "rencana pemisahan" yang diajukan Sharon.

Sepeninggal Ar-Rantisy, Hamas kemudian mengambil kebijakan untuk tidak mengumumkan penggantinya, karena dikhawatirkan menjadi target selanjutnya. Sekalipun banyak pihak memprediksikan Dr. Mahmud Az-Zahar dan Ismail Haniah, bekas tangan kanan Syekh Yasin, sebagai dua calon terkuat menggantikan Ar-Rantisy. Sumber Israel sendiri memprediksikan bahwa gerakan Hamas setelah Ar-Rantisy gugur mengangkat presidium kepemimpinan Hamas yang terdiri dari empat orang, antara lain: Dr. Mahmud Az-Zahar, Ismail Haniah, Sa'id Shiyam, dan Nizar Rayan.

Ketika Khalid Misy'al ditanya dalam sebuah wawancara eksklusif dengan tabloid Afaq Arabia setelah syahidnya Ar-Rantisy tentang bagaimana balasan yang akan dilancarkan Hamas?, Misy'al menjawab bahwa perang yang dijalani Hamas semakin besar, sementara Hamas hanya terjun sendirian ke dalam perang ideologi itu. Tapi Misy'al meyakinkan, bahwa balasan Hamas akan datang sekalipun terkesan terlambat karena kondisi tidak memungkinkan. Sebagaimana pembalasan yang dilancarkan Hamas atas pembunuhan Yahya Ayyash terlambat 50 hari dari waktu syahidnya. Tapi pembalasan tersebut benar-benar mengguncangkan Israel. Wallâhu a‘lam

The End

Baca naskah lanjutannya......

Darah Pemersatu Palestina


22 Maret 2004 adalah goresan sejarah yang tidak akan dilupakan warga Palestina. Hari itu, Syekh Ahmad Ismail Yasin, pimpinan dan pendiri gerakan Hamas gugur di depan masjid Al Tajammu' al Islâmy di Jalur Gaza. Mufti Mesir, Prof. Dr. Ali Jum'ah menegaskan bahwa kematian beliau dikategorikan syahid di jalan Allah Swt. Fatwa ini menguatkan predikat syahid yang telah diberikan Syekh Yusuf al Qaradhawi dan beberapa ulama lain.

Fahmi Huwaidi—seorang kolomnis Mesir di Harian al Ahram—menganalisa pembunuhan Syekh Yasin sebagai fenomena paradoksal yang perlu dikaji lebih lanjut. Selama ini media massa internasional kerap memprediksikan sosok Yasser Arafat sebagai sasaran utama pembunuhan. Bukan Syekh Yasin. Harian Ha'aretz Israel menyebutkan bahwa operasi dengan nama "Sengatan Mematikan" ini tergolong unik. Biasanya Mossad, dinas intelejen israel, hanya menggunakan satu atau dua rudal untuk melumpuhkan target manusia. Khusus Syekh Yasin, dipakai tiga rudal sekaligus dengan daya ledak yang aneh. Tanah di sekitarnya tidak berbekas dan hanya meledakkan korban. Mengapa nyawa sang syekh begitu spesial bagi Israel sehingga perlu memakai tiga helikopter Apache pinjaman Amerika dan satu pesawat F 16 untuk membunuhnya?

Sejak mendirikan Hamas tahun 1987, Syekh Yasin telah menentang pendudukan Israel di Palestina. Menurut Dr. Muhammad Sayyid Habib —wakil Mursyid `Âm Ikhwanul Muslimin di Mesir— Syekh Yasin tidak hanya sekedar pimpinan Hamas, tapi beliau menjelma sebagai simbol perlawanan rakyat Palestina yang pantang menyerah. Predikat tersebut membuat pengaruh beliau sanggup menyatukan 13 gerakan perlawanan Palestina di bawah satu komando dengan nama "Gerakan Persatuan Palestina Untuk Kemerdekaan". Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Otoritas Palestina pimpinan Yasser Arafat (Tabloid el Osboa Mesir, 29/03/2004). Sumber dari Badan Keamanan Internal Israel, Shabak Shin Bet, membenarkan adanya gerakan yang langsung dipimpin oleh Syekh Yasin ini. 13 gerakan tersebut sepakat memberikan kesempatan kepada Hamas menggantikan Pemerintah Otoritas dalam memimpin rakyat Palestina di Jalur Gazza.

Sebagai pemersatu Palestina, Syekh Yasin menjadi tokoh yang sangat berbahaya bagi Israel. Selama ini gerakan perlawanan Palestina telah menjadi momok bagi Israel. Sejak gerakan intifadhah dicetuskan, tercatat 1200 korban jiwa di pihak Israel. 750 ribu warga Yahudi terpaksa hengkang dari Israel karena merasa tidak aman. Ekonomi Israel telah mengalami kerugian sebanyak 25 milyar dollar dalam tiga tahun terakhir.
Bila semua gerakan perlawanan berada dalam satu garis komando, otomatis eksistensi Israel di Palestina akan semakin terancam. Jalur perdamaian yang menguntungkan Israel selama ini akan mengalami jalan buntu. Pemerintahan baru Palestina pimpinan Hamas akan memakai strategi perlawanan total sampai Israel keluar dari seluruh wilayah Palestina. Maka tidak ada pilihan lain bagi Israel kecuali membunuh Syekh Yasin untuk menghambat persatuan.

Bagi Hamas, syahidnya Syekh Yasin adalah pukulan berat. Tapi tidak melumpuhkan gerakan. Muhammad Nizal, salah seorang pimpinan teras Hamas menolak klaim adanya krisis kepemimpinan di tubuh gerakan pasca wafatnya Syekh Yasin. Selama ini Hamas telah memiliki basis pergerakan yang sangat kokoh, diformat dalam tiga lapis kekuatan. Pertama, Biro Politik yang mengatur kebijakan internal dan eksternal gerakan. Biro ini adalah penentu kebijakan tertinggi Hamas yang dipimpin oleh Khalid Misy'al. Kedua, sayap militer gerakan Hamas dengan nama Brigade Izzuddin al Qasam. Nama Muhammad Dhaif sering dikatakan sebagai pemimpin brigade ini. Ketiga, pimpimpin internal di Palestina. Jabatan ini dipegang oleh Syekh Yasin sebelum beliau syahid, selain menjadi pemimpin spiritual dan pendiri gerakan. Setelah beliau wafat, tampuk pimpinan internal dipegang oleh Dr. Abdul Azis Rantisi. Menurut Nizal, posisi pemimpin spiritual tidak akan pernah tergantikan oleh siapapun. Sebab Syekh Yasin adalah pendiri sekaligus Mursyid gerakan Hamas. Tidak ada yang sanggup menggantikannya.

Syekh Ahmad Yasin pernah menuturkan dalam jurnal Afaq Arabia Mesir, bahwa masa depan gerakan Hamas tidak tergantung dengan kematiannya. "Saya ingin menenangkan engkau wahai saudaraku bahwa Hamas tidak terkait dengan Ahmad Yasin, Abdullah, Khalil, atau dengan ribuan kader yang ada. Hamas adalah masyarakat Palestina itu sendiri. Ia adalah gerakan masyarakat dan tidak akan pernah seorangpun sanggup menumpasnya." Ujar beliau. Syekh Ahmad Yasin juga menambahkan bahwa gugurnya seorang pemimpin di medan jihad tidak menimbulkan sikap pesimisme, tapi justru membangkitkan semangat juang di tubuh umat. Di Palestina saat ini ada ribuan kader Hamas yang siap melakukan aksi istisyhad tanpa terpengaruh dengan kematian pemimpinnya.

Gugurnya Syekh Ahmad Yasin bagi Hamas justru membuka babak baru dalam sejarah perlawanan gerakan ini. Dalam sebuah keterangan resmi dari Hamas, Dr. Abdul Azis Rantisy menyatakan bahwa darah Syekh Ahmad Yasin akan kembali menyatukan rakyat Palestina untuk memilih perlawanan sebagai solusi atas kasus penjajahan Palestina. Setidaknya, indikasi tersebut sudah mulai tampak. Melalui surat yang dikirim setelah syahidnya Syekh Yasin, Syekh Hasan Nasrullah pemimpin gerakan Hizbullah di Lebanon menyatakan dukungan penuh terhadap Hamas. Dalam surat itu disebutkan: "Darahmu adalah juga darah kami, syekhmu adalah juga syekh kami, tujuan kita satu. Ini berarti perjuangan kita juga satu. Perangmu adalah perang kami dan perdamaianmu adalah perdamaian kami." (Tabloid Afaq Arabia Mesir, 01/04/2004).

Di lain pihak, Pemerintah Otoritas Palestina tetap menyetujui pembentukan gerakan perlawanan nasional Palestina yang telah digagas Syekh Ahmad Yasin. Abbas Zaky, seorang anggota gerakan Fatah —sayap militer gerakan pembebasan palestina (PLO)—mengatakan bahwa Yasser Arafat siap memimpin gerakan ini, sampai diadakan pemilu di Palestina. Abbas juga menambahkan bahwa saatnya kini bagi Palestina untuk mengambil jalan damai melawan Israel. Tidak berarti menghentikan perlawanan, tapi memformat perjuangan secara matang dan terencana. Tidak membabi buta. (Harian al Ahram Mesir, 06/04/2004). Sa’id Siyam, mewakili Hamas menguatkan pernyataan Abbas bahwa Hamas siap bekerjasama dengan pemerintah.

Tragedi pembunuhan Syekh Ahmad Yasin meninggalkan pelajaran berharga bagi setiap pemimpin di seluruh negara Islam. Jalur damai sekalipun positif tetap bukan solusi terbaik untuk menghentikan arogansi Israel. Koran Ha'aretz milik Israel edisi 19 April 2004 memberitakan kunjungan rahasia Raja Abdullah satu hari sebelumnya ke Israel dan bertemu langsung dengan PM Ariel Sharon di padang Negev. Disebutkan bahwa kunjungan tersebut untuk memastikan penarikan mundur pasukan Israel dari Jalur Gaza. Tapi, jalur damai yang ditempuh Raja Jordania itu dibalas Israel dengan membunuh Syekh Yasin dan sembilan warga Palestina. Hanya empat hari setelah kunjungan tersebut.

The end



Baca naskah lanjutannya......