Darah Pemersatu Palestina
22 Maret 2004 adalah goresan sejarah yang tidak akan dilupakan warga Palestina. Hari itu, Syekh Ahmad Ismail Yasin, pimpinan dan pendiri gerakan Hamas gugur di depan masjid Al Tajammu' al Islâmy di Jalur Gaza. Mufti Mesir, Prof. Dr. Ali Jum'ah menegaskan bahwa kematian beliau dikategorikan syahid di jalan Allah Swt. Fatwa ini menguatkan predikat syahid yang telah diberikan Syekh Yusuf al Qaradhawi dan beberapa ulama lain.
Fahmi Huwaidi—seorang kolomnis Mesir di Harian al Ahram—menganalisa pembunuhan Syekh Yasin sebagai fenomena paradoksal yang perlu dikaji lebih lanjut. Selama ini media massa internasional kerap memprediksikan sosok Yasser Arafat sebagai sasaran utama pembunuhan. Bukan Syekh Yasin. Harian Ha'aretz Israel menyebutkan bahwa operasi dengan nama "Sengatan Mematikan" ini tergolong unik. Biasanya Mossad, dinas intelejen israel, hanya menggunakan satu atau dua rudal untuk melumpuhkan target manusia. Khusus Syekh Yasin, dipakai tiga rudal sekaligus dengan daya ledak yang aneh. Tanah di sekitarnya tidak berbekas dan hanya meledakkan korban. Mengapa nyawa sang syekh begitu spesial bagi Israel sehingga perlu memakai tiga helikopter Apache pinjaman Amerika dan satu pesawat F 16 untuk membunuhnya?
Sejak mendirikan Hamas tahun 1987, Syekh Yasin telah menentang pendudukan Israel di Palestina. Menurut Dr. Muhammad Sayyid Habib —wakil Mursyid `Âm Ikhwanul Muslimin di Mesir— Syekh Yasin tidak hanya sekedar pimpinan Hamas, tapi beliau menjelma sebagai simbol perlawanan rakyat Palestina yang pantang menyerah. Predikat tersebut membuat pengaruh beliau sanggup menyatukan 13 gerakan perlawanan Palestina di bawah satu komando dengan nama "Gerakan Persatuan Palestina Untuk Kemerdekaan". Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Otoritas Palestina pimpinan Yasser Arafat (Tabloid el Osboa Mesir, 29/03/2004). Sumber dari Badan Keamanan Internal Israel, Shabak Shin Bet, membenarkan adanya gerakan yang langsung dipimpin oleh Syekh Yasin ini. 13 gerakan tersebut sepakat memberikan kesempatan kepada Hamas menggantikan Pemerintah Otoritas dalam memimpin rakyat Palestina di Jalur Gazza.
Sebagai pemersatu Palestina, Syekh Yasin menjadi tokoh yang sangat berbahaya bagi Israel. Selama ini gerakan perlawanan Palestina telah menjadi momok bagi Israel. Sejak gerakan intifadhah dicetuskan, tercatat 1200 korban jiwa di pihak Israel. 750 ribu warga Yahudi terpaksa hengkang dari Israel karena merasa tidak aman. Ekonomi Israel telah mengalami kerugian sebanyak 25 milyar dollar dalam tiga tahun terakhir.
Bila semua gerakan perlawanan berada dalam satu garis komando, otomatis eksistensi Israel di Palestina akan semakin terancam. Jalur perdamaian yang menguntungkan Israel selama ini akan mengalami jalan buntu. Pemerintahan baru Palestina pimpinan Hamas akan memakai strategi perlawanan total sampai Israel keluar dari seluruh wilayah Palestina. Maka tidak ada pilihan lain bagi Israel kecuali membunuh Syekh Yasin untuk menghambat persatuan.
Bagi Hamas, syahidnya Syekh Yasin adalah pukulan berat. Tapi tidak melumpuhkan gerakan. Muhammad Nizal, salah seorang pimpinan teras Hamas menolak klaim adanya krisis kepemimpinan di tubuh gerakan pasca wafatnya Syekh Yasin. Selama ini Hamas telah memiliki basis pergerakan yang sangat kokoh, diformat dalam tiga lapis kekuatan. Pertama, Biro Politik yang mengatur kebijakan internal dan eksternal gerakan. Biro ini adalah penentu kebijakan tertinggi Hamas yang dipimpin oleh Khalid Misy'al. Kedua, sayap militer gerakan Hamas dengan nama Brigade Izzuddin al Qasam. Nama Muhammad Dhaif sering dikatakan sebagai pemimpin brigade ini. Ketiga, pimpimpin internal di Palestina. Jabatan ini dipegang oleh Syekh Yasin sebelum beliau syahid, selain menjadi pemimpin spiritual dan pendiri gerakan. Setelah beliau wafat, tampuk pimpinan internal dipegang oleh Dr. Abdul Azis Rantisi. Menurut Nizal, posisi pemimpin spiritual tidak akan pernah tergantikan oleh siapapun. Sebab Syekh Yasin adalah pendiri sekaligus Mursyid gerakan Hamas. Tidak ada yang sanggup menggantikannya.
Syekh Ahmad Yasin pernah menuturkan dalam jurnal Afaq Arabia Mesir, bahwa masa depan gerakan Hamas tidak tergantung dengan kematiannya. "Saya ingin menenangkan engkau wahai saudaraku bahwa Hamas tidak terkait dengan Ahmad Yasin, Abdullah, Khalil, atau dengan ribuan kader yang ada. Hamas adalah masyarakat Palestina itu sendiri. Ia adalah gerakan masyarakat dan tidak akan pernah seorangpun sanggup menumpasnya." Ujar beliau. Syekh Ahmad Yasin juga menambahkan bahwa gugurnya seorang pemimpin di medan jihad tidak menimbulkan sikap pesimisme, tapi justru membangkitkan semangat juang di tubuh umat. Di Palestina saat ini ada ribuan kader Hamas yang siap melakukan aksi istisyhad tanpa terpengaruh dengan kematian pemimpinnya.
Gugurnya Syekh Ahmad Yasin bagi Hamas justru membuka babak baru dalam sejarah perlawanan gerakan ini. Dalam sebuah keterangan resmi dari Hamas, Dr. Abdul Azis Rantisy menyatakan bahwa darah Syekh Ahmad Yasin akan kembali menyatukan rakyat Palestina untuk memilih perlawanan sebagai solusi atas kasus penjajahan Palestina. Setidaknya, indikasi tersebut sudah mulai tampak. Melalui surat yang dikirim setelah syahidnya Syekh Yasin, Syekh Hasan Nasrullah pemimpin gerakan Hizbullah di Lebanon menyatakan dukungan penuh terhadap Hamas. Dalam surat itu disebutkan: "Darahmu adalah juga darah kami, syekhmu adalah juga syekh kami, tujuan kita satu. Ini berarti perjuangan kita juga satu. Perangmu adalah perang kami dan perdamaianmu adalah perdamaian kami." (Tabloid Afaq Arabia Mesir, 01/04/2004).
Di lain pihak, Pemerintah Otoritas Palestina tetap menyetujui pembentukan gerakan perlawanan nasional Palestina yang telah digagas Syekh Ahmad Yasin. Abbas Zaky, seorang anggota gerakan Fatah —sayap militer gerakan pembebasan palestina (PLO)—mengatakan bahwa Yasser Arafat siap memimpin gerakan ini, sampai diadakan pemilu di Palestina. Abbas juga menambahkan bahwa saatnya kini bagi Palestina untuk mengambil jalan damai melawan Israel. Tidak berarti menghentikan perlawanan, tapi memformat perjuangan secara matang dan terencana. Tidak membabi buta. (Harian al Ahram Mesir, 06/04/2004). Sa’id Siyam, mewakili Hamas menguatkan pernyataan Abbas bahwa Hamas siap bekerjasama dengan pemerintah.
Tragedi pembunuhan Syekh Ahmad Yasin meninggalkan pelajaran berharga bagi setiap pemimpin di seluruh negara Islam. Jalur damai sekalipun positif tetap bukan solusi terbaik untuk menghentikan arogansi Israel. Koran Ha'aretz milik Israel edisi 19 April 2004 memberitakan kunjungan rahasia Raja Abdullah satu hari sebelumnya ke Israel dan bertemu langsung dengan PM Ariel Sharon di padang Negev. Disebutkan bahwa kunjungan tersebut untuk memastikan penarikan mundur pasukan Israel dari Jalur Gaza. Tapi, jalur damai yang ditempuh Raja Jordania itu dibalas Israel dengan membunuh Syekh Yasin dan sembilan warga Palestina. Hanya empat hari setelah kunjungan tersebut.
The end
Thursday, June 7, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment