Thursday, June 7, 2007

Geliat Islam Melawan Isu Terorisme
Studi Kasus Irak Pasca Saddam



The Gallup Leadhersip Institute di Nebraska, Amerika, pernah mengadakan polling yang disebarkan kepada tokoh-tokoh Amerika di semua bidang. Ternyata, kalangan atas Amerika yang dipenuhi loby Yahudi masih menganggap Islam sebagai bahaya terbesar ketiga di antara delapan bahaya yang akan mengancam kepentingan Amerika. Jajak pendapat ini sebelum tragedi pengeboman WTC. Bisa dibayangkan setelah tragedi WTC, secara otomatis Islam telah menjadi bahaya nomor satu bagi Amerika. Tapi, apakah Amerika secara terang-terangan berani memusuhi seluruh umat Islam?

Menurut Dr. Daniel Pipes, seorang pakar permasalahan Timur Tengah; Amerika pasca tragedi WTC membagi musuhnya ke dalam tiga golongan: terorisme internasional, Islam, dan Islam radikal. Yang terakhir, menurut Pipes, yang paling berbahaya. Untuk meredam gerakan ini, Amerika akan mengandalkan 'Islam moderat'. Peta perlawanan antara Amerika dan Islam radikal selama ini akan dialihkan kepada perang saudara antara Islam radikal dan Islam moderat. Dan Amerika akan memberikan fasilitas bagi Islam moderat agar tetap eksis.

Tafsiran Islam moderat versi Amerika adalah Islam yang mengusung paham-paham liberalisme dan sekularisme. Paham ini memiliki resistensi yang besar di beberapa negara Islam. Seperti di Indonesia misalnya, paham yang dikembangkan oleh Ulil Abshar Abdullah dengan nama Jaringan Islam Liberal sedikit banyak menimbulkan keresahan di kalangan umat. Tapi Ulil justru menjadi tokoh moderat versi Amerika. Di majalah Times edisi oktober 2002 disebutkan, "Ulil Abshar Abdalla, A Moderate Islamic Youth Leader in Indonesia." Sementara beberapa surat kabar terbitan Amerika justru sepakat mengelompokkan FPI, MMI, dan Laskar Jihad sebagai gerakan radikal.

Strategi ini digagas, karena Amerika selalu menghadapi dua tantangan besar di dunia Islam. Pertama, kelompok 'perlawanan Islam' yang memakai kekuatan militer. Kelompok ini sering dianggap sebagai Islam radikal. Kasus pengeboman markas tentara Amerika di Saudi Arabia, kasus pengeboman Kedutaan Amerika di Tanzania, kasus perlawanan Taliban di Afghanistan, serta beberapa kasus lainnya sedikit banyak membuat Amerika kerepotan. Dalangnya, menurut Amerika, adalah garis keras Islam dengan nama Al-Qaeda.
14Kelompok kedua sering disebut 'Islam politik'. Isu demokratisasi dan penegakan HAM yang menjadi alasan keterlibatan Amerika dalam urusan dalam negeri negara-negara Islam selalu dipatahkan kelompok ini. Karena mereka berjuang dengan moralitas untuk penegakkan demokrasi dan HAM melalui jalur-jalur politik, sehingga tidak ada alasan lagi bagi Amerika untuk terlibat.

Dua kelompok ini yang akan berhadapan dengan Islam 'moderat' versi Amerika dalam proyek 'Timur Tengah Raya' (The Greater Middle East Project) yang sarat dengan misi sekularisasi dan amerikanisasi. Jurnal El-Osboa terbitan Mesir edisi 1 Maret 2004 memuat satu judul besar yang membongkar rencana di balik proyek Timur Tengah Raya. Sebagaimana ditulis Walid As-Syaikh, bahwa program tersebut akan menghapus beberapa surat dari Al-Quran yang mengajak kepada radikalisme; menulis Al-Quran versi baru; dan akan menggulingkan pemimpin-pemimpin Arab saat ini. Bagaimana cara menghadapinya?
Setidaknya, Irak pasca Saddam sebagai prorotipe sederhana sikap yang harus diambil menghadapi proyek amerikanisasi di negara-negara Islam. Strategi perlawanan militer tetap dijalankan seiring dengan perjuangan politik di parlemen dan pemerintahan. Kabar tertangkapnya Saddam, justru makin meningkatkan perlawanan rakyat Irak terhadap pendudukan pasukan Anglo-America. Di jurnal Afaq Arabiah terbitan Mesir edisi Januari, disebutkan bahwa kerugian yang diderita Amerika akibat gerakan perlawanan Irak saat ini lebih besar dibandingkan kerugian perang di Vietnam. Di samping itu, beberapa gerakan Islam politik juga terlibat dalam pemerintahan transisi Irak buatan Amerika. Partai Islam Irak yang dikatakan sebagai penjelmaan gerakan Ikhwanul Muslimin Irak ikut berpartisipasi dengan mengirimkan dua kadernya dari keturunan Kurdi di dalamnya, yaitu Mohsen Abdul Hamid dan Salahuddin Baha.

Dua strategi; pendekatan politik dan perlawanan, untuk mencapai satu tujuan. Mengusir Amerika dan sekutunya dari bumi Irak dan membangun negara baru, Irak Islam. Apakah versi Sunni atau Syi'ah? Kita tunggu saja.
Wallahu a'lam

The End

No comments: